Nama : Siti Rahmawati
NPM : 27212083
Kelas : 4EB20
Jurusan : Akuntansi
Nama Dosen : WAHYU WIDJAYANTI. SE.,MMSI
Matakuliah : Etika Profesi Akuntansi
Pokok Pembahasan : Perilaku Etika dalam Bisnis
NPM : 27212083
Kelas : 4EB20
Jurusan : Akuntansi
Nama Dosen : WAHYU WIDJAYANTI. SE.,MMSI
Matakuliah : Etika Profesi Akuntansi
Pokok Pembahasan : Perilaku Etika dalam Bisnis
Sub Pokok Pembahasan :
1. Lingkungan bisnis
yang mempengaruhi Perilaku Etika
2. Kesaling -
tergantungan antara bisnis dan masyarakat
3. Kepedulian
pelaku bisnis terhadap etika
4. Perkembangan
dalam etika bisnis
5. Etika bisnis
dan Akuntan
1. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi
Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil
adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak
bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya
organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan
perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk
menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif
dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan
ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari
pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming,
karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja
cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang
sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja
yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa
karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor
pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana
perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya
dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar
masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan
perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu
industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama
dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku
etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan
berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri
yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak
termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar
uang.
2. Kesaling Tergantungan Adalah Bisnis
Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan
tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat
penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi
dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya
kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi,
merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan
yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan
pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong
dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah
gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding
yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa
ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia
lain. Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas
pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam
dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam
hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama
untuk mengelabui rakyat jelata, maka proletar menganggap agama sebagai candu
rakyat. Yang satu mengatasnamakan agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat
miskin. Namun keduanya memiliki tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara,
dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa
maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang,
sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang
berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk
negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka
melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa.
Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran
ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak
menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan
posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya
peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak
alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan.
Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski
bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih
modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya
kebanyakan beragama bukan karena kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua
sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk
memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi
untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti
negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk
akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan
demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena
tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal.
Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah perekonomian
Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita
memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana negara
asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana punia dan
pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa
dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka Arab Saudi yang
setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada
Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang
telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung
sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi
terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan
keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti”
yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada
sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan
kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan
melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan
Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga
kehidupan beragama
Pola relasi negara kita dengan negara luar
layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa
pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak
agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah susah payah diraih.
Hubungan luar negeri kita harus berubah dari ketergantungan, menjadi
kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat.
Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini penting kemerdekaan
untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan
warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat
tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau
segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini
membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri
tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi
dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis
Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat
pusat dan sekarang meluas 4 sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk
moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral
dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan
individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi
keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan
investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit
politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah,
pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung
pada sisi "emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks
bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik
itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar
konvensional, meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya
cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui
beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis
tersebut.
Namun, karena pemahaman
dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini,
maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri
seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem
kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang
dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai
sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih
belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini
untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum.
Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas
wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah
sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah
wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
Contoh Kasus Sebagai Pelaku Bisnis
Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat
yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu
perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses
memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang
luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya
untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron
memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri
energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron
disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang
baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada
akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena
melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke
delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.
4. Perkembangan Dalam Etika
Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1.
Situasi Dahulu
Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
3.
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun
1970-an sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun
1980-an di Eropa
Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena
Global: tahun 1990-an tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai
Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu
akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan
menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good
Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan
diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan
(tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak.
Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di
Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh
resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang
menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan
salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan
manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan
pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi
laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga
pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih
banyak lagi.
Dalam tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran
ENRON yang terjadi di Negara Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari
penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston
Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron
bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang
sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri
energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction,
trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Enron adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Enron adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Berikut adalah informasi dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan hancurnya Enron:
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
• Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
• Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
• Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
• Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
• Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan
kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu
terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih
dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang
di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
• Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan
kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi
atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan ).
• Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan
dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai
hampir tidak ada nilainya.
• KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
• CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
• Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
• Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
• tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
• KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
• CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
• Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
• Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
• tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
• KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari
kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan
KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai
KAP Andersen dalam kasus Enron.
• Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve,
Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan
meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen
yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul
sendiri untuk menyusun manajemen baru.
• tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
• Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
• tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
• Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
• tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan
pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang
berlaku efektif 1 Juni 2002.
• Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
• Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan
laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba
bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan
periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara
berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan
secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting
charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual
pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian
mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal
dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh
CFO Enron.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar